REVIEW NOVEL SAATNYA
IBU MENJADI IBU
Judul : SAATNYA IBU MENJADI IBU
Hal : 197 Halaman
Penulis : Febrianti Almeera
Penerbit :
Strong From Home – Publishing
Sinopsis
Sejauh
apapun Ibu melangkah, Nak... Ibu akan tetap kembali ke rumah.
Memelukmu
...
Mendidikmu
...
Mendoakanmu
...
Dan
menjadi yang terbaik bagimu dalam selemah apapun itu. Karena Ibu yakin, sungguh
yakin .. keberhasilan sejati Ibu bukanlah tentang apresiasi, penghargaan,
medali, piala, penghasilan, jabatan, ataupun atribut-atribut duniawi semacam
itu.
Keberhasilan
sejati Ibu adalah ketika mampu menghantarkanmu mengenali hakikat diri sebagai
seorang hamba Allah, yang hanya punya satu tugas, yaitu mengabdi kepada-Nya.
Selain itu, hanya sampingan saja.
Demi
Allah tidak akan pernah ada Ibu yang kelak menyesal dan mereka rugi sebab
meninggalkan sesuatu yang membuat Ibu memiliki keleluasaan waktu untuk
membersamai tumbuh kembang anaknya, menjadikannya sebagai sebaik-baik manusia
sesuai dengan kehendak-Nya
Sebab
itulah keberhasilan Ibu yang sesungguhnya.
Prestasi
sejatinya.
Sejauh
apapun seorang perempuan melangkah, pasti akan tetap kembali ke rumah.
-Febrianti
Almeera-
Disini gue akan sharing
mengenai buku saatnya ibu menjadi ibu dimana buku ini bagus banget untuk
pembekalan bagi seorang perempuan yang akan menjadi calon istri dan calon ibu.
Cekidot ....
IBU RUMAH TANGGA VS IBU BEKERJA
Pembandingan
antara ibu rumah tangga dan ibu bekerja sepertinya sudah menjadi bagian dari
proses perjalanan setiap ibu. Hal ini akan menjadi prinsip bagi para ibu karena
memiliki prinsip yang lahir dari pemahaman tentang hal ini harus selesai di
awal agar kedepannya tidak ada dilematika-dilematika lagi dalam menjalani peran
sebagai seorang ibu.
PERTAMA : Meluruskan definisi ibu rumah tangga dan ibu bekerja.
Kata
“bekerja” yang melekat pada “ibu bekerja” disini bermakna bekerja di ranah
publik. Maka definisi ibu bekerja yang dimaksud adalah ibu yang bekerja di
ranah publik. Makna “bekerja” ini perlu diluruskan supaya kita tidak keliru
memahami frasa satunya lagi yaitu “ibu rumah tangga”. Sebab jika salah makna
ibu rumah tangga akan terkesan jadi seperti “ibu tidak bekerja”. Padahal ibu
rumah tangga juga bekerja yang pekerjaannya ada di ranah domestik.
Pekerjaan
domestik adalah pekerjaan yang ditempuh di jalan yang sepi dan minim apresiasi.
Tapi pekerjaan domestik itulah pekerjaan yang apabila dilakukan dengan ikhlas
lillahi ta’ala kelak seluruh gajinya akan dibayar kontan oleh Allah dalam
bentuk akumulasi berwujud surga. Jadi ibu rumah tangga maupun ibu bekerja
sebetulnya sama-sama bekerja. Hanya yang satu di ranah domestik dan yang
satunya lagi di ranah publik.
KEDUA : Apa tugas utama seorang Ibu?
Pada
setiap peran ada klien yang harus dipenuhi haknya oleh orang yang menjalani
peran tersebut. Contoh orang yang mengambil peran sebagai dokter maka klien
utamanya adalah pasiennya. Untuk peran seorang ibu, klien utamanya adalah
anak-anaknya. Klien utama artinya pihak yang paling berhak untuk mendapatkan
manfaat dari orang yang menjalani peran tersebut. Maka bagi seorang ibu,
anak-anak adalah pihak yang paling berhak untuk mendapatkan manfaat dari
ibunya. Tidak ada klien yang lebih berhak untuk mendapatkan manfaat dari
seorang ibu selain anak-anaknya.
Jadi
diperoleh kesimpulan bahwa : tugas utama seorang ibu adalah mendidik anak-anak.
Tugas utama berarti prioritas pertama. Melalaikan tugas utama ini berarti
menciderai peran yang sedang diemban.
KETIGA : Bertanya kepada diri sendiri dengan mengenai tugas
utama.
Mengacu
pada tugas utama seorang ibu tadi, maka mutlak adanya bahwa seorang ibu
dikatakan berhasil, layak, sukses, apabila ia menunaikan tugas utamanya yaitu
mendidik anak-anak, dimana anak-anak paling berhak atas manfaat dari ibunya.
Artinya untuk mejawab pertanyaan:
“boleh
gasih seorang ibu bekerja?”
“sebetulnya
lebih baik mana : ibu rumah tangga atau ibu bekerja?”
Jawabannya
tidak bisa dari orang lain melainkan kita harus menanyakannya kepada diri
sendiri. Begini mempertanyakan lebih baik mana, bener mana, boleh atau tidak
acuannya adalah tugas utama tadi yaitu mendidik anak-anak.
Indikator TUGAS UTAMA IBU MENDIDIK ANAK
Ø Anak
tumbuh menjadi manusia yang Allah kehendaki
Ø Anak
mengenal visi sejati hidup
Ø Anak
menemukan misi spesifik dirinya
Ø Anak
mengambil peran di masyarakat
Ø Anak
berkontribusi membangun peradaban
IBU, SISTEM SEKOLAH
Jika
menggunakan ibarat dalam sekolah maka peran ayah adalah kepala sekolah, ibu
adalah sistem sekolah, dan anak-anak adalah siswanya. Ibu sebagai sistem
sekolah sebab syair arabnya menyatakan bahwa ibu adalah madrasah. Sebagai
sistem sekolah ibu memiliki ruang yang amat luas sebagai seorang pendidik anak.
Menjadi
sistem sekolah berarti ibu bisa menjadi GURU
nya anak-anak (0-6 tahun). Di lain waktu, sesuai tahap usia perkembangan ibu
bisa menjadi FASILITATOR untuk anak-anak
(7-10 tahun). MENTOR atau mencarikan mentor
untuk anak-anak (11-14 tahun) dan menjadi PARTNER
anak-anak (15 tahun keatas).
Sebagaimana
sekolah, siswa akan lebih jauh sering bertemu dengan pendidiknya dibandingkan
dengan kepala sekolah. Dengan pendidik, siswa menjalani proses belajar yang
rutin dan berjalan sehari-hari. Tapi jika pendidik menemui kendala atau butuh
arahan dalam mendidik siswa-siswanya maka pendidik pasti membutuhkan kepala
sekolah untuk berkonsultasi, meminta solusi, juga arahan.
Tujuan Besar dan Pengasuhan SELARAS TUJUAN PENCIPTAAN
Menentukan
tujuan besar pendidikan dan pengasuhan manusia harus dimulai dari “maksud
Allah”. Allah menciptakan manusia agar manusia beribadah kepada Allah maka saat
manusia mengabdi kepada Allah, manusia dikatakan tunai tugas atau mission is
complished!
Jadi
tugas manusai adalah mengabdi (beribadah) kepada Allah. Dengan mengambil peran
sebagai pengemban amanah dakwah dimana peran spesifiknya adalah berdakwah
menggunakan potensi. Maka tujuan besar pendidikan dan pengasuhan anak adalah
menghantarkan anak-anak menemukan peran spesifik hidupnya di muka bumi ini agar
Ia tunai tugas mengabdi kepada Allah.
SUBTITUTE FATHER SUBTITUTE MOTHER
Untuk
mampu menghantarkan anak kepada peran spesifik atau peran sejatinya di muka
bumi ini, dibutuhkan pola pendidikan dan pengasuhan yang benar dari sosok ayah
dan sosok ibu. Tapi bagaimana jika seorang anak tidak memiliki orang tua yang
utuh atau bahkan tidak memiliki keduannya? Mari kita tengok sirah nabi muhammad
dari sejak beliau dilahirkan hingga usia aqil-balighnya ada satu pelajaran
penting yang harus kita pegang sebagai orang tua yaitu beliau nabi muhammad
selalu memiliki ayah ibu sampai usianya 14-15 tahun.
Ø Beliau lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya telah
meninggal sebelum beliau dilahirkan.
Ø Usia 0-4 tahun. Rasulullah saw tinggal di bani
sa’diah sebuah keluarga di desa yang fitrahnya masih bersih dimana di sana ada
sosok ayah dan sosok ibu yang lengkap mendampingi usia-usia awal kehidupannya
beliau.
Sosok ayah : Al Harits
bin Abdul Izzi.
Sosok ibu : Halimah
Sa’diah
Ø Usia 5 atau 6 tahun. Ibu kandung beliau siti
aminah meninggal. Beliau kini tidak hanya yatim tapi juga piatu. Setelah masa
itu rasulullah saw kembali tinggal bersama keluarga besarnya sampai
aqil-baligh.
Ø Usia 6-8 tahun. Sosok ayah abdul muthalib
Ø Usia 8-15 tahun. Sosok ayah abu thalib. Sementara
sosok ibu beliau setelah halimah sa’diah ammu aiman sebagai mana sabdanya “ummu
aiman adalah ibuku setelah ibuku wafat”.
Ø Jadi hingga usia 15 tahunnya. Beliau selalu lengkap
didampingi oleh sosok ayah dan sosok ibu meskipun sejak kecil beliau adalah
seorang yatim piatu. Sosok ayah dan sosok ibu itulah yang diistilahkan dengan
subtitute father dan subtitute mother, sosok yang perannya sebagai ayah dan ibu
meski tidak kandung.
KONSISTEN MENJAGA FITRAH CINTA IBU
Fitrah
cinta ibu benderang apabila anak telah terikat hatinya oleh sang ibu yang
indikatornya adalah anak ingin selalu dekat bahkan lengket dengan ibunya.
Berikut 5 hal yang bisa dilakukan agar fitrah cinta di dalam diri ibu
senantiasa terjaga :
Ø Senantiasa
berfikir dan berperasaan positif.
Ø Selalu
menjadikan anak sebagai prioritas
Ø Memiliki
manajemn waktu yang baik (me time, couple time, family time, social time)
Ø Menguasai
setidaknya skil dasar seorang ibu (skill memasak, skill menulis, skill memijat,
skill mendengar)
Ø Merebut
golden moment (hadirlah saat anak sedih, hadirlah saat anak sakit, hadirlah
saat anak unjuk prestasi)
PERAN IBU DALAM MENDIDIK ANAK :Semuanya turunan dari cinta
Untuk
dapat memahami secara utuh tentang peran ibu dalam mendidik anak, perlu juga
menyertakan peran ayah karena keduanya saling mendukung dan saling terhubung,
dimana ayah merumuskan hal-hal besar, dan ibu yang mendetailkannya.
Ø Ayah,
a man of vision and mission
Ibu, a person of love
and sincerity
Peran ayah adalah
membuat misi keluarga yang mengacu pada visi. Misi keluarga adalah peran
spesifik yang akan keluarga tersebut ambil dalam peradaban, yang padanya
melekat manfaat bagi sekitar. Dan Ibu sebagai awak kapal yang membersamai
nahkoda dan para penumpang kapal lainnya itu anak-anak melalui snetuhan
kehangatan pengisi jiwa berupa cinta dan ketulusan sehingga proses menjalani
misi keluarga, setelah apapun tetap akan terasa menyenangkan dan menggembirakan.
Ø Ayah,
pensuplai ego
Ibu, pensuplai empati
Anak membutuhkan peran
ayah untuk mendapatkan suplai ego. Suplai ego dari ayah ini akan membentuk
kemampuan leadership bagi anak-anaknya. Sedangkan dari ibu anak akan
mendapatkan suplai empati yang membentuk kemampuan followership.
Ø Ayah,
pembangun struktur berpikir dan rasionalitas
Ibu, pembangun nurani
dan moralitas
Ayah dengan
rasionalitasnya akan membangun struktur berpikir anak yang logis dan
sistematis. Anak akan mampu menimbang dengan matang sebelum mengambil keputusan
siap menghadapi konsekuensi. Dan peran ibu mengimbanginya dengan pematangan
nurani anak sehingga moralitasnya berkembang dengan baik. Tanpa ada peran ibu
yang ini maka anak cenderung kritis tapi hampa rasa.
Ø Ayah,
pensuplai maskulinitas
Ibu, pensuplai
femininitas
Baik anak laki-laki
maupun perempuan, keduannya sama-sama memerlukan suplai maskunilitas dan suplai
femininitas. Maskulinitas berkontribusi terhadap ketegasan dan kekokohan.
Femininitas berkontribusi terhadap kelembutan dan kepekaan.
Ø Ayah,
sang raja tega
Ibu, sang pembasuh luka
Mulai usia 10 tahun ke
atas, anak-anak perlu diuji kemandiriannya, keimanannya dengan berbagai
program. Para ayah dengan ‘ketegaannya’ lah yang mampu memberikan tugas-tugas
berat untuk menguatkan potensi anak-anaknya. Sedangkan ibu memainkan peran
sebagai pembasuh luka untuk menjadi penawar bagi keletihan anak usai menjalani
program dari ayah.
Ø Ayah,
penanggung jawab pendidikan’
Ibu, pelaksana harian
pendidikan
Sesungguhnya ayalah
penanggungjawab pendidikan bagi keluarga, bagi istri, dan anak-anaknya. Ia
bertugas merancang tujuan pendidikan keluarga agar sesuai dengan misi keluarga.
Barulah setelah itu ibu mengambil peran untuk mendetailkannya menjadi kegiatan
belajar harian anak agar bisa mencapai tujuan yang telah ayah rancang.
Ø Ayah,
konsultan pendidikan
Ibu, berbasis
pengorbanan
Karna ayah adalah
laki-laki yang pada umumnya single-tasking maka wajar baginya untuk tidak
terlalu banyak turun tangan dalam hal detail yang memerlukan banyak fokus sebab
ini akan membuatnya bingung. Para ayah memang perlu berada diluar masalah agar
bisa memberikan solusi yang jernih bagi ibu, yang dalam kesehariannya sudah
dipenuhi dengan banyak tantangan dalam proses mendidik anak-anak. Dan ibu
melakukan semua hal teknis dalam membersamai anak dengan berbasis pengorbanan,
dimana pengorbanan ini dilakukan dengan ikhlas, penuh kesediaan, lillahi
ta’ala.
Sebenernya masih banyak
banget materinya tapi cukup segitu dulu gue sharingnya. Dari situ pasti sudah
ada fikiran “oh gitu ya jadi ibu” “wah ilmuku masih sedikit banget” “harus
menjadi ibu hebat untuk anakku kelak”. Ada yang berifikiran seperti itu ga?
Kalau gue sih kepikiran sampai situ. Menjadi istri dan ibu itu perlu ilmu.
Ilmunya itu perlu kita cari bahkan sebelum nikah harusnya kita udah mencari
ilmu tentang menjadi seorang istri dan ibu. Membaca buku tentang menjadi istri
dan ibu bukan hal yang tabu malah menjadi pembekalan kita ketika sudah menikah.
Memang diantara banyak lingkungan pertemanan kita ketika membaca buku tentang
pernikahan pasti terkena ledekan menganggap kita sudah buru-buru ingin menikah.
Padahal membaca buku tentang pernikahan dan rumah tangga itu bukan berarti kita
sudah kebet nikah tapi sebagai suatu pembekalan ilmu karena pernikahan itu
tidak hanya setahun atau dua tahun tapi seumur hidup, yang berarti kita harus
memiliki pembekalan yang matang dan mau terus belajar mencari ilmu tersebut.
Sooo Guys jangan malu
untuk membaca buku tentang pernikahan maupun tentang rumahtangga, buku tentang
istri sholehah, buku parenting dsb.
Gue kasih buku ini
empat bintang
Jakarta, 10 Februari
2019 – Salmah
Ayo bosku Semuanya,
BalasHapusYuk iseng bermain game untuk mendapatkan uang tambahan setiap harinya Hanya di arena-domino.net
Modal Kecil Dapat Puluhan Juta ^^
Bareng saya dan teman-temanku yang cantik-cantik loh !
Info Situs www.arena-domino.net
yukk di add WA : +855964967353